Menulis dengan Telinga

Menulis dengan telinga, buku yang ditulis oleh Adian Saputra, salah satu buku tentang menulis yang sangat menarik. Judulnya yang sederhana, menjadi daya tarik tersendiri. Simpel dan manis.

Apakah bakat itu penting? Itu hal pertama yang dibahas pada buku Menulis untuk Telinga. Selanjutnya dibahas bagaimana menghilangkan ketergantungan pada mood. Membaca dua bagian itu saja, saya sudah sedikit menilai bahwa buku ini banyak menghadirkan motivasi untuk mau menulis dan terus menjadi penulis. Beda banget dengan buku-buku menulis yang lain yang banyak teknisnya. Teknik-teknik yang ditawarkan dibuku ini tidak nampak seperti guru mengajarkan kepada muridnya, atau seorang pakar yang menggurui orang awam. Mengalir apa adanya.

Kembali ke pertanyaan, apakah bakat itu penting. Ternyata kita tidak perlu terjebak dengan pertanyaan seperti itu. Bakat adalah talenta. Yang melekat pada seseorang sejak dia dilahirkan, bahkan mungkin dalam kandungan. Bakat mungkin penting, Tetapi bakat yang tidak diolah akan menjadi tumpul. Ada yang ingat film Taichi Master-nya Jet Lee. Tidak mungkin lah, Jet Lee menguasai teknik Taichi dengan sempurna tanpa melatihnya secara khusus. Sebagus apapun bakatnya, tidak bakal dia menjadi jago kung fu. Jacky Chan dengan jurus mabuknya, pun sama lah. Atau Yoko, Si Pemanah Rajawali. Bisa saja ketiganya punya bakat yang luar biasa, tetapi benar-benat menjadi seorang pendekar dengan latihan baik.

Bagaimana kalau kita tidak dilahirkan dari keluarga penulis. Katakan tidak punya bakat menulis. Apakah lantas tidak bisa menjadi penulis yang handal. Keinginan yang kuat akan menjadi kunci dari kesuksesan penulis "tak berbakat". Minat yang tinggi, dibarengi dengan praktek menulis yang konsisten akan menjadikan ketrampilan menulis kita menjadi terasah. Itulah kabar baiknya. Minat yang tinggi saya yakin akan dapat mengalahkan bakat yang tidak diasah. Kalau dalam pelajaran di kelas, anak cerdas kalah sama anak rajin. Saya kira ini analogi yang cukup sebanding. Hehehehe...tetapi ini tidak sedang bertanding loh. Saya teringat akan trik yang dikatakan seorang penulis, entah siapa dan di mana mendengarnya. Kunci sukses menjadi penulis adalah menulis...menulis...menulis.

Sekarang bagaimana cara menghilangkan ketergantungan mood dalam menulis. Adian menawarkan empat hal. Pertama, ingatlah bahwa menulis adalah tanggung jawab kita. Kedua, ingat kembali visi besar menulis kita. Ketiga, maksimalkan waktu luang. Keempat, bergantung mood sama saja dengan mematikan kreativitas. Bagaimana? Ingatkan. Mood atau tidak, toh kita tetap berangkat ke tempat kita bekerja. Mood dan tidak toh kita tetap melaksanakan kewajiban kita kepada Yang Maha Kuasa. Mood atau tidak, bagi pelajar, akan terus ke sekolah. Meskipun di tempat kerja/sekolah tidak ada senyum di bibir. Waktu sholat kita bisa kehilangan kekhusukan. Habis salam, doa sebentar langsung pergi. Tetapi, kita kan tetap melakukan itu. Masalahnya, kenapa kita tidak mempunyai sikap yang sama berkenaan dengan menulis? Sadarilah bahwa menulis adalah bagian dari tanggung jawab kita. Baik demi pengembangan pribadi maupun kewajiban memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain. Satu hal ini dipegang saja, saya yakin tidak adanya mood tidak bisa menghalangi kita untuk terus berkarya.

Sampai di sini dulu postingan tentang Menulis dengan Telinga. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat. Salam Baca Buku untuk semua.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Menulis dengan Telinga"

Post a Comment

Berikan komentar yang membangun
-spam akan kami hapus
:v